Search This Blog

Tentang Mohammad Hatta Yang Wajib kalian Ketahui

Ada banyak hal yang Bisa kita pelajari sebelum membahas mengenai Mohammad Hatta ini, kesimpulannya kita butuh belajar Sebab dalam kehidupan kita sehari-hari kita butuh kemampuan banyak hal yang belum tentu kita ketahui bagaimana caranya. Misalnya, supaya mempunyai kemampuan di keahlian tertentu yang kita harapkan, maka kita wajib mengikuti pelatihan yang memang membagikan ilmu yang kita butuhkan. Sebelum membahas mengenai Mohammad Hatta, Sekarang, Bisa disimpulkan bila hanya dengan belajar kita Bisa menanggulangi masalah yang kita hadapi setiap hari. Kita membaca, akan mengubah diri kita, dari belum memahami, atau belum menguasai hal tertentu, menjadi kebalikannya dan membuat kita semakin berbobot.

Mohammad Hatta


Sebagai bendahara
Jong Sumatranen Bond, ia menyadari pentingnya arti keuangan untuk
hidupnya perkumpulan. akan tetapi sumber keuangan bagus dari iuran anggota
ataupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para anggotanya
mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan
disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.

Masa Studi di Negeri Belanda
di
tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar di Handels Hoge
School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging.
Tahun 1922, perkumpulan ini berganti nama menjadi Indonesische
Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu
setelah itu berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Hatta
juga mengusahakan supaya majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit
dengan cara teratur sebagai dasar pengikat antaranggota. di tahun 1924
majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Hatta lulus
dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) di tahun 1923.
Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi di
akhir tahun 1925. Sebab itu di tahun 1924 dia non-aktif dalam PI.
akan tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum
administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya
yang besar di bidang politik.

Perpanjangan rencana studinya itu
memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI di tanggal 17 Januari
1926. di kesempatan itu, ia mengucapkan pidato inaugurasi yang
berjudul "Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen"--Struktur
Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan. Dia mencoba menganalisis
struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk landasan
kebijaksanaan non-kooperatif.

Sejak tahun 1926 hingga 1930,
berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di bawah kepemimpinannya,
PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi organisasi
politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Sehingga
akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPI) PI sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang
berada di Eropa.

PI menjalankan propaganda aktif di luar negeri
Belanda. Hampir setiap kongres intemasional di Eropa dimasukinya, dan
menerima perkumpulan ini. Selama itu, hampir selalu Hatta sendiri yang
memimpin delegasi.

di tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan
nama "Indonesia", Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi
Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis. Tanpa banyak
oposisi, "Indonesia" dengan cara resmi diakui oleh kongres. Nama "Indonesia"
untuk menyebutkan wilayah Hindia Belanda saat itu telah benar-benar
dikenal kalangan organisasi-organisasi internasional.

Hatta dan
pergerakan nasional Indonesia mendapat pengalaman penting di Liga
Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, suatu kongres
internasional yang diadakan di Brussels tanggal 10-15 Pebruari 1927. Di
kongres ini Hatta berkenalan dengan pemimpin-pemimpin pergerakan buruh
seperti G. Ledebour dan Edo Fimmen, serta tokoh-tokoh yang setelah itu
menjadi negarawan-negarawan di Asia dan Afrika seperti Jawaharlal Nehru
(India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika). Persahabatan
pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak saat itu.

di tahun
1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk membagikan ceramah untuk
"Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan" di Gland,
Swiss. Judul ceramah Hatta L 'Indonesie et son Probleme de I'
Independence (Indonesia dan Persoalan Kemerdekaan).

Bersama
dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid
Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. di
tanggal 22 Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan
keempatnya dari segala tuduhan. Dalam sidang yang bersejarah itu, Hatta
mengemukakan pidato pembelaan yang mengagumkan, yang setelah itu
diterbitkan sebagai brosur dengan nama "Indonesia Vrij", dan setelah itu
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai buku dengan judul
Indonesia Merdeka.

Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri
kepada studinya serta penulisan karangan untuk majalah Daulat Ra‘jat dan
terkadang-terkadang De Socialist. Ia merencanakan untuk mengakhiri studinya
di pertengahan tahun 1932.

Kembali ke Tanah Air
di bulan
Juli 1932, Hatta sukses menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan
sebulan setelah itu ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933,
kesibukan utama Hatta merupakan menulis berbagai artikel politik dan
ekonomi untuk Daulat Ra’jat dan menjalankan berbagai kegiatan politik,
terutama pendidikan kader-kader politik di Partai Pendidikan Nasional
Indonesia. Prinsip non-kooperasi selalu ditekankan kepada
kader-kadernya.

Reaksi Hatta yang keras terhadap sikap Soekarno
sehubungan dengan penahannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang
berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat di
tulisan-tulisannya di Daulat Ra’jat, yang berjudul "Soekarno Ditahan"
(10 Agustus 1933), "Tragedi Soekarno" (30 Nopember 1933), dan "Sikap
Pemimpin" (10 Desember 1933).

di bulan Pebruari 1934, setelah
Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial Belanda mengalihkan
perhatiannya kepada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Para pimpinan
Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan setelah itu dibuang ke
Boven Digoel. Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari kantor Jakarta
merupakan Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Bondan. Dari kantor Bandung:
Maskun Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke Digoel,
mereka dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok dan Cipinang,
Jakarta. Di penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul “Krisis Ekonomi
dan Kapitalisme”.

Masa Pembuangan
di bulan Januari 1935,
Hatta dan kawan-kawannya tiba di Tanah Merah, Boven Digoel (Papua).
Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen, menawarkan dua pilihan:
bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan
Asa nanti akan dikirim pulang ke daerah asal, atau menjadi buangan
dengan menerima bahan makanan in natura, dengan tiada Asa akan
dipulangkan ke daerah asal. Hatta menjawab, apabila dia mau bekerja untuk
pemerintah kolonial waktu dia masih di Jakarta, pasti telah menjadi
orang besar dengan gaji besar pula. Maka tak perlulah dia ke Tanah Merah
untuk menjadi kuli dengan gaji 40 sen sehari.

Dalam pembuangan,
Hatta dengan cara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar
Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah dan
dia Bisa pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh
buku-bukunya yang tertentu dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti. Dengan
demikian, Hatta mempunyai cukup banyak bahan untuk membagikan pelajaran
kepada kawan-kawannya di pembuangan mengenai ilmu ekonomi, sejarah, dan
filsafat. Kumpulan bahan-bahan pelajaran itu di setelah itu hari dibukukan
dengan judul-judul antara lain, "Pengantar ke Jalan llmu dan
Pengetahuan" dan "Alam Pikiran Yunani." (empat jilid).

di bulan
Desember 1935, Kapten Wiarda, pengganti van Langen, memberitahukan
bahwa tempat pembuangan Hatta dan Sjahrir dipindah ke Bandaneira. di
Januari 1936 keduanya berangkat ke Bandaneira. Mereka bertemu Dr. Tjipto
Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan
Sjahrir Bisa bergaul bebas dengan penduduk setempat dan memberi
pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, tatabuku,
politik, dan lain-Iain.

Kembali Ke Jawa: Masa Pendudukan Jepang
di
tanggal 3 Pebruari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. di
tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang,
dan di tanggal 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.

di
masa pendudukan Jepang, Hatta diminta untuk bekerja sama sebagai
penasehat. Hatta mengatakan mengenai cita-cita bangsa Indonesia untuk
merdeka, dan dia bertanya, apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala
pemerintahan harian sementara, Mayor Jenderal Harada. menjawab bahwa
Jepang tak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui, bahwa Kemerdekaan
Indonesia dalam pemahaman Jepang berbeda dengan pengertiannya sendiri.
Pengakuan Indonesia Merdeka oleh Jepang wajib untuk Hatta sebagai senjata
terhadap Sekutu kelak. apabila Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah
sekutu yang demokratis tak akan mau? Sebab itulah maka Jepang selalu
didesaknya untuk memberi pengakuan tersebut, yang baru diperoleh di
bulan September 1944.

Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tak
banyak bicara. Namun pidato yang diucapkan di Lapangan Ikada (sekarang
Lapangan Merdeka) di tanggaI 8 Desember 1942 menggemparkan banyak
kalangan. Ia mengatakan, “Indonesia

0 Response to "Tentang Mohammad Hatta Yang Wajib kalian Ketahui"

Post a Comment